ULANGAN
6:1-24
A.
Latar
Belakang Teks
Setelah 40 tahun pengembaraan dipadang
gurun, umat Israel akan segera memasuki tanah perjanjian, sebelum mereka masuk,
sangatlah perlu bagi bangsa itu untuk dingingatkan tentang semua yang telah
Allah lakukan bagi mereka dan tentang hukum Allah yang kudus yang begitu hakiki
bagi mereka agar dapat menjaga keadaan mereka ditempat itu dan berfungsi
sebagai umat Allah yang kudus dan imamat yang rajani (Ul 4:18). Berkaitan
dengan tema dan tujuannya, kitab ini juga menegaskan kebutuhan yang hakiki bagi
anak-anak untuk mengasihi dan menaati Allah.[1] Kitab
ulangan acapkali dinamakan kunci dari
teori sumber-sumber tentang asal usul Taurat. Waktu penulisan kitab itu telah
dikemukakan sebagai salah satu hasil kritik historis yang paling pasti. Tetapi,
dalam tahun-tahun terakhir ini teori itu dalam bentuk aslinya hamper
ditinggalkan seluruhnya oleh ahli-ahli modern yang mempelajari Kitab Ulangan.
Karena itu, penelitian tentang pandangan kritis atas penulisan Kitab Ulangan
mengkin dapat dilakukan. Kitab ulangan merupakan sumber banyak pandangan
teologis yang mempengaruhi pemikiran dan kehidupan orang Israel, Yahudi dan
Kristen. [2] Kitab
Ulangan merupakan Pengulangan (ikhtisar) perjanjian yang telah diadakan antara
Tuhan Allah dengan umat Israel menurut Kitab Keluaran. [3]
Kitab ulangan adalah khotbah yang
lengkap, yang mendorong,mengimbau, dan menasihati bangsa Israel untuk hidup setia
dan taat di tanah Mesir. Ulangan 6 dilanjutkan dengan rangkuman yang lebih
ketat lagi tentang respons yang dituntut dari umat Allah. Inilah yang disebut Shema oleh orang Yahudi, kata pertama
dalam bahasa Ibrani pada ayat 4.
Disini
secara ringkas dijelaskan bagaimanan seharusnya umat Allah merespons
Allah. Seperti telah disingginggung, pada bagian lain kitab Ulangan terdapat
ungkapan “dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu”. Hanya disini kata
“kekuatan” ditambahkan, untuk menekankan pentingnya perintah ini. Jadi kitab
Ulangan sangat bersifat retorik, sesuai dengan asalnya sebagai ucapan lisan. Alat retortik banyak
digunakan untuk memotivasi dan menggugah umat untuk mengasihi dan taat. Sebagai
contoh, tanah, focus utama kitab ini disebut dengan istilah berganti-ganti
seperti “yang telah dianugerahkan Allah kepadamu”, “yang baik”, “yang berlimbah
susu dan madunya”, serta, “yang diikrarkan dengan sumpah (dijanjikan) Tuhan
Allahmu akan diberikan kepadamu”. Ungkapan-ungkapan yang selalu di ulang ini
ditunjukkan agar Israel yakin dengan kesetiaan Allah kepada janji-janji-Nya dan
memberikan Israel kenginginan memiliki tanah yang dijanjikan karena begitu baik
dan makmur.
Demikian pula, perintantah untuk
mengasihi, takut melayani, taat mengikut dan tetap teguh, dll, yang tetap
diulang sebagai bagian integral dari nasehat ini (mis.
Ul. 6: 13; 10:12 dst,; 13:4) perintah-perintah ini adalah istilah-istilah umum
yang mengikhtisarkan cara yang benar bagi Israel dalam dalam merespons Allah .
perintah-perintah ini memiliki pengertian yang saling tumpang tindih
sehinggah jika satu atau dua daripadanya
muncul, kita teringat perintah yang lain. Ini terlihat dari fakta bahwa ungkapan “dengan segenap hatimu
dan dengan segenap jiwamu” pada bagian lain terkait dengan kata-kata yang
berbeda (bdk. Ul 4:29;6:5; 10:12) [4]
B.
Analisa
Struktur
1. Pasal
6:1-3 Judul untuk pemberitaan hukum
2. Pasal
6:4-9 Tuhan itu Esa
3. Pasal
6:10-15 Takut akan Tuhan, berhadapan
dengan kebaikan-Nya
4. Pasal
6:16-19 Janganlah mencobai Tuhan
5. Pasal
6:20-25 Berilah kesaksian kepada anakmu
C.
Analisa
Tafsir
Ayat 1 “ketaatan dan peraturan”. “inilah
perintah, yakni ketetapan dan peraturan yang aku ajarkan kepadamu atas perintah
Tuhan, Allahmu untuk dilakukan di negeri, kemana kamu pergi untuk mendudukinya.
Pengalimatan ay. 3 dalam bahasa ibrani kurang lengkap. Terjemahan LAI
melengkapinya dengan menambahkan kata “di”: “kamu menjadi sangat banyak .
disuatu negeri yang berlimpah-limpah “ septuaginta berbunyi: “kamu akan
bertambah banyak, sebagaimana Tuhan berjanji akan memberikan kepadamu suatu
negeri yang berlimpah-limpah. “ [5]
Ayat 4-9 pengakuan iman yang disebut syema oleh orang
Yahudi. “Dengarlah hai orang Israel, Tuhan
itu Allah kita, Tuhan itu esa! Kasihilah Tuhan, Allamu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”. Kata-kata itu
harus dicamkan dalam hati orang Israel dan mereka harus mengajarkannya dengan
tekun kepada anak-anak mereka. Kata-kata itu harus menjadi “tanda” pada tangan
dan “lambing “ di dahi mereka. Kata-kata itu harus ditulis pada tiang pintu rumah dan pada
pintu gerbang. Perintah itu, yang segera menyusul Syema, telah menjadi bagian ibadat sehari-hari
orang Yahudi. Yesus memakai kata-kata dalam ayat 5 sebagai hukum pertama dan
utama ( mat 22:37).
Pengakuan
iman itu menyatakan keesaan dan keunikan Tuhan Allah Israel, khususnya dalam
hubungan-Nya dengan umat-Nya. Kata yang dipergunakan untuk “esa”
adalah angka satu, sehinggah arti harfiahnya ialah Tuhan Allah kita, TUHAN,
satu. Ayat ini tidak bertujuan mengajarkan
monoteisme secara khusus, karena disitu dikatakan bahwa Allah adalah satu,
bukan bahwa hanya ada satu Allah. Seandainya hal itu yang dimaksud, ada kata
Ibrani lain yang dapat dipakai sehingga artinya menjadi Tuhan Allah kita adalah Allah yang satu-satunya.
Namun jelaslah Ulangan 6:4-5
menyingkirkan paham politeisme dalam agama Israel, dengan menyatakan bahwa
Allah bukan banyak tetapi satu. Dan yang terutama, Tuhan Allah menuntut kasih
yang sepenuhnya dari umat-Nya. Kalaupun pengakuan iman itu tidak mengemukakan
monoteisme bahwa sebagai gagasan filsofis, namun pasti pengakuan itu menegaskan
bahwa Tuhan adalah satu-satunya Allah yang harus dikasihi dan dilayani Israel. Mengasihi
Dia dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa serta segenap kekuatan tidak
memberi tempat apapun untuk ilah lain. Pandangan Israel Kuno, yang tidak secara
tegas menyangkal adanya ilah-ilah lain, kadang-kadang disebut “monolatri”
adalah gagasan filsofis sedangkan orang Israel bukanlah kaum filsuf. Mereka
tidak berspekulasi tentang Allah. Mereka mengenal-Nya dari pengalaman, dari
karya-Nya dalam sejarah mereka. Ia telah membebaskan mereka dari Mesir dan
menuntut penyerahan diri mereka secara penuh. [6]
Ayat 6 “apa yang kuperintahkan”
(harfiah: “kata-kata ini yang kuperintahkan). Firman (perintah-perintah) Allah
menjadi jembatan antara “kasih” (ay 5) dan “ketaatan” (ay 13). Ayat 7
“mengajarkannya berulang-ulang” (harfiah: “meruncingkannya”, “mempertajamnya”).
Israel dianjurkan supaya berusaha sekuat
tenaga, dan dengan memakai segala keahlian yang ada, supaya penyataan kehendak
Tuhan dihayati oleh generasi mendatang. (Bnd 4:9; 6:20-25; 11:19). “duduk dalam
perjalanan ..berbaring..bangun”istilah-istilah yang “ representative” ini
dianggap mencakup segenap kegiatan manusia sehari-hari, dari pagi sampai malam,
selama jam kerja dan jam bebas.
Ayat 8-9, “mengikatkannya...pada
tanganmu dan…didahimu;pada…pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu (bnd Kel
13:9,16;Ul 11:18). Agaknya anjuran ini mula-mula dimaksudkan secara simbois:
hendaklah tora Tuhan menjadi pedoman yang mengendalikan segala kegiatan tangan,
dan memonitor segala pandangan mata; hendaklah tora mengatur pergaulan di
rumah-tangga, dan segala kegiatan perdagangan, politik, dan lain-lain di kota.
Akan tetapi lama-kelamaan bahasa kiasan ini dilaksanakan secara harfiah:
dibuatlah kotak-kotak kulit yang kecil (Ibrani: “Tefilim”) yang diisi juga
dengan tulisan-tulisan yang terdiri dari beberapa ayat tora, dan diikat pada
tangan kiri, dan didahi. Kotak yang didahi itu dibagi dalam empat ruang, yang
masing-masing memuat Kel 13:1-10 atau Kel 13:11-16 atau Ul 6:4-9 atau Ul
11:13-21. Kotak yang diikat pada tangan itu terdiri dari satu ruang saja, dan
memuat petikan-petikan tora yang sama. Kotak-kotak inilah yang disebut “tali
sembahyang” dalam Injil Mat. 23:5 (rupa-rupanya bukan adat pemakaian “tefilim”
itu yang ditolak oleh Tuhan Yesus, melainkan motivasi penyolokan tali-talinya
yang mendapat teguran).
Ayat 10 “yang dijanjikan-Nya…kepada
nenek moyangmu”maka apabila Tuhan Allahmu, telah membawa engkau masuk ke negeri
yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, yakni Abraham, Ishak
dan Yakub, untuk memberikannya kepadamu kota-kota yang besar dan baik, yang
tidak kaudirikan. . Ayat 11 “rumah-rumah…sumur-sumur…kebun-kebun” badingkan Ul
8:7-9; Amos 9:14 dan kontraskan Am 5:11. Menarik bahwa suatu inventarisasi
tanah milik raja-bawahan biasanya dimasukkan ke dalam
bagian “pra-sejarah”, naskah perjanjian maharaja/diraja itu;
jadi daftar yang termuat dalam ayat 10 ini mirip inventarisasi tersebut:
kota-kota, rumah-rumah, sumur-sumur, anggur-anggur,
zaitun.
Ditekankan disini bahwa semua harta-kekayaaan itu adalah milik Israel berkat
anugerah Tuhan melulu, yakni berkat Allah
perjanjian, sehinggah jikalau Israel mengundurkan diri dari
perjanjian-Nya itu, dia pasti kehilangan haknya
atas pemberian Tuhan. Bnd Am 5:11; Ul 28:30 . juga Ul 7:12
;8:7;11:10.
Ayat 12 “dari rumah perbudakan”. Rumah
perbudakan ialah tempat para budak ditahan atau dikurung supaya tidak dapat melarikan
diri.
Istilah yang sama dipakai pada Ul 5:6. “apabila engkau menjadi
kenyang….berhati-hatilah” sering ditekankan dalam Ulangan bahwa kemakmuran
mendatangkan bahaya. Bnd Ul 8:11, juga 4:25; 5:29; 28:47. Nada yang sama
kedengaran juga dalam pemberitaan nabi Hosea (Hos 2:5). Mengenai pengaruh Hosea
terhadap mazhab Ulangan.
Ayat 13 “Takut akan Tuhan”, “demi
namaNya haruslah engkau bersumpah”. Perintah ini tidak bertentangan dengan
Titah III. (Ul 5:11). Dalam rangka mengesahkan sumpah, orang mengangkat nama
Instansi yang paling diseganinya. Itu berarti bahwa pengangkatan sumpah
secara implisit yang menyangkut
pengakuan iman. Israel dianjurkan supaya
bersumpah meulu demi nama Tuhan, yakni menyegani Dia sebagai Instansi
rohani-ilahi yang satu-satunya yang berwenang atas Israel. Sumpah ada sangkut
pautnya dengan urusan dagang dan kegiatan-kegiatan sehar-hari, sehinggah “
bersumpah demi Tuhan” berarti: mengikut sertakan iman kepada Tuhan dalam segala
kegiatan sehari-hari.
Ayat 14 janganlah kamu mengikuti allah
lain, dari antara allah bangsa-bangsa sekelilingmu. “Beribadah”. Secara ideal
“beribadat kepada Tuhan” berarti membuahkan segala potensi kita demi pelaksaan
kehendak-Nya, yakni:suatu ibadat yang
tidak hanya berlangsung di rumah ibadat pada jam kebaktian, melainkan di
dalam segala kegiatan dan usaha sehari-hari. Dengan demikian, istilah “mengasihi”
dan istilah “ beribadat” mirip satu sama lain.
Ayat 15 “Allah yang cemburu”. Sebab
Tuhan Allahmu, adalah Allah yang cemburu ditengah-tengahmu supaya jangan
bangkit murka Tuhan, Allahmu, terhadap engkau, sehingga Ia memunahkan engkau
dari muka bumi. Dekatnya Tuhan dengan umat-Nya (bahkan beradanya
Tuhan di tenga-tengah umat) adalah sekaligus hiburan (Ul 7:21;
1:42; 23:14) dan peringatan (6:15). Inti Iman Perjanjian Lama adalah memang
persekutuan dengan Allah yang dekat (di tengah-tengah itu), suatu ciri Tuhan
yang unik, tetapi justru anugerah yang hebat itu membawa konsekwensi yang
berat.
“Murka Tuhan” Bnd 7:4; 11:17. Dalam
tradisi Asia Barat Daya Kuno, murka maharaja bangkit bila raja-bawahan
melanggar ketentuan-ketentuan perjanjian: perjanjian menjadi batal, dan itu
berarti perlindungan maharaja berhenti.
Bahkan kalau raja-bawahan memihak kepada musuh maharaja, pastilah dia turut
mendapat bagian dalam penghukuman yang menimpah musuh-musuh itu. Tentang “murka
Allah” secara lebih umum lih Ulangan 9:8.
Ayat 16-17. “ mencobai Dia di Masa”.
Bandingkan Mzm 78:18,41,56; 95:8-11; 106:14; Bil 14:22; Yes 7:12; Ul 9:22;
33:8. “Masa” dalam bahasa Ibarani justru berarti “tempat pencobaan”
ceritranya oleh pengkhotbah dianggap sudah dihafal oleh jemaat,
sehinggah tidak usah dia ulangi. Lih Kel 17:1-7. Inti Kel 17:1-7 terdapat pada
ayat 7, yaitu: “mereka telah mencobai Tuhan dengan
mengatakan ‘Adakah Tuhan ditengah-tengah kita, atau tidak?”. Ayat
ini membantu kita melihat hubungan antara Ul 5:15 dan
5:16: Meragukan atau menyangkal kehadiran Tuhan di
tengah-tengah umat-Nya, berarti: menyerahkan diri kepada
ketakutan dan kepanikan, seolah-olah tidak ada Pelindung berhadapan
dengan kesulitan-kesulitan yang menganncam; bertindak sembrono,
berdasarkan sikap bahwa ‘Allah tidak melihat atau tidak peduli, karena jauh’.
Dengan mengambil sikap yang demikian
maka umat itu sudah menolak sifat-sifat Tuhan yang telah
dinyatakan kepada mereka itu berarti bahwa mereka sudah murtad
dari Dia, serta membayangkan bagi dirinya allah lain, dengan sifat-sifat yang
lain pula. Sifat yang demikian pastilah menyakiti Allah yang cemburu (ayat 15).
Dengan demikian, “mencobai Tuhan” berarti, meragu-ragukan sifat-sifat-Nya serta
menggoda Dia, supaya Dia bangkit melawan umat-Nya dengan murkan-Nya.
Kata “mencobai” dalam bahasa Ibrani
(“nissah”) berarti “menguji”. Pada umumnya tujuannya adalah “membuktikan apa
yang benar ditengah-tengah factor-faktor yang meragukan”. Sering dapat dibaca
dalam PL bahwa Allah mencobai/menguji manusia. Artinya Allah memasukkan manusia
ke dalam kesulitan-kesulitan (bahkan ke dalam kelimpahan! Kel 16:4), supaya
kebenaran ditegakkan, yakni supaya yang palsu kelihatan palsu, dan yang betul
kelihatan betul. Tujuan Tuhan dengan “ujian” itu adalah selalu demi
penyempurnaan orang yang setia, dan untuk menegur serta menelanjangi orang
fasik. “Pencobaan” yang demikian itu perlu, mengingat tabiat manusia yang
selalu cenderung kepada yang tidak benar.
Akan tetapi, sikap manusia yang
“mencobai Tuhan” (menentukan syarat-syarat sebelum mau taat kepada
Tuhan meragukan motivasi Tuhan, dsb) adalah kurang tepat,
dan tidak beralasan sama sekali. Karena sifat Allah konstan, selalu berisi
kasih-setia dan kebenaran melulu, sedangkan mencobai Tuhan berarti menyangka
bahwa memang ada sifat-sifat negative di dalam tabiatNya.
Ayat 18 “ melakukan apa yang benar”.
“Benar” dalam bahasa Ibrani adalah “yasyar” (harfiah: “lurus”, “tegak”). Kalau
demikian yang “benar” ialah barang apa
yang ternyata betul dan lurus kalau diukur dengan mistar Tuhan dengan tora-Nya.
Bnd 12:25. Ayat 19 dengan mengusir semua musuhmu dari hadapanmu, seperti yang
difirmankan Tuhan.
Ayat 20 “dikemudian hari” (harfiah:
“besok”). Istilah ini merupakan akomodasi atau penyesuaian akomodasi
(penyesuaian) bahan perikop dengan rangkaian yang sudah
dikenakan kepada kitab Ulangan pada umumnya, yakni sebagai pidato Musa dipadang Moad. Dan
kenyataanya ialah bahwa bahan itu sebetulnya terdiri dari
catatatan-catatan fragmen khotbah/uraian
yang berasal dari mazhab Ulangan ratusan tahun setelah Israel memasuki tanah
Kanaa, Maka yang dibayangkan disini adalah perayaan-perayaan
tahunan, dan proses katekisasi yang tersangkut dengan
perayaan-perayaan tersebut. “anakmu bertanya”. Bnd
Kel 12:26. Adalah menarik bahwa menurut keluaran 12, yang
ditanyakan ialah makna liturgy perayaan Paskah, sedangkan ditanyakan dalam
Ulangan 6 ialah asal dan makna tora yang menjadi pegangan Israel. Bagi mazhab
Ulangan, tora memang merupakan inti penyataan Tuhan,
dan inti
ibadat kepada-Nya. Bnd ayat 25.
Ayat 21 “kita dahulu adalah budak”
jawaban yang diberikan atas pertanyaan anak itu, merupakan ceritera tentang karya penyelamatan oleh
Tuhan.
Sepanjang Kitab Ulangan, memang ditekankan adanya persatuan antara karya Tuhan
dan tora Tuhan: “bertaatlah karena kamu sudah diselamatkan”. Ayat 22 “ Tuhan membuat tanda-tanda
dan mujizat-mujizat, yang besar dan yang mencelakakan, terhadap Mesir, terhadap Firaun
dan seisi rumahnya, didepan mata kita. Ayat 23 ”Tetapi
kita dibawaNya keluar dari sana, supaya kita dapat dibawa-Nya masuk untuk
memberikan kepada kita negeri yang telah dijanjikan-Nya
dengan sumpah kepada nenek moyang kita”. Ay 24 “ia
membiarkan kita hidup” bnd Kej 7:3, “ supaya hidupnya terpelihara”.
Secara harifiah, bahasa ibraninya dapat diterjemahkan untuk mengidupi kita”;
yakni “untuk menganugerahkan hidup
kepada kita”. Lihat Tafsiran 4:1.[7]
D.
Kesimpulan
Setelah 40 tahun pengembaraan dipadang
gurun, umat Israel akan segera memasuki tanah perjanjian, sebelum mereka masuk,
sangatlah perlu bagi bangsa itu untuk dingingatkan tentang semua yang telah
Allah lakukan bagi mereka dan tentang hukum Allah yang kudus yang begitu hakiki
bagi mereka agar dapat menjaga keadaan mereka ditempat itu dan berfungsi
sebagai umat Allah yang kudus dan imamat yang rajani (Ul 4:18). Berkaitan
dengan tema dan tujuannya, kitab ini juga menegaskan kebutuhan yang hakiki bagi
anak-anak untuk mengasihi dan menaati Allah.
Pengakuan iman itu menyatakan keesaan
dan keunikan Tuhan Allah Israel, khususnya dalam hubungan-Nya dengan umat-Nya.
Kata yang dipergunakan untuk “esa” adalah angka satu, sehinggah arti harfiahnya
ialah Tuhan Allah kita, TUHAN, satu. Ayat ini tidak bertujuan mengajarkan monoteisme secara khusus, karena disitu
dikatakan bahwa Allah adalah satu, bukan bahwa hanya ada satu Allah. Seandainya
hal itu yang dimaksud, ada kata Ibrani lain yang dapat dipakai sehingga artinya
menjadi Tuhan Allah kita adalah Allah
yang satu-satunya.
Demikian pula, perintantah untuk mengasihi,
takut melayani, taat mengikut dan tetap teguh, dll, yang tetap diulang sebagai
bagian integral dari nasehat ini (mis. Ul. 6: 13; 10:12 dst,; 13:4)
perintah-perintah ini adalah istilah-istilah umum yang mengikhtisarkan cara
yang benar bagi Israel dalam dalam merespons Allah . perintah-perintah ini
memiliki pengertian yang saling tumpang tindih sehinggah jika satu atau dua daripadanya muncul, kita
teringat perintah yang lain. Ini terlihat dari
fakta bahwa ungkapan “dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu”
pada bagian lain terkait dengan kata-kata yang berbeda (bdk. Ul 4:29;6:5;
10:12)
E Daftar pustaka
Jeane
Ch. Obadja. 2014.Survei Ringkas
Perjanjian Lama.Surabaya: Momentum
W.
S. Lasor, D.A. Hubbrard & F. W. Bush. 2004. Pengantar Perjanjian Lama.BPK Gunung Mulia, Jakarta
David
L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama.
Jakarta
Dr.
I.J. Cairns.2003. Tafsiran Alkitab Kitab
Ulangan . BPKGunung Mulia, Jakarta
Paul
Baker, Kitab Ulangan (Literatur Perkantas)
[1]
Jeane Ch. Obadja, Survei Ringkas
Perjanjian Lama (Surabaya: Momentum, 2014). Hal 20
[2] W. S. Lasor, D.A. Hubbrard, F. W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama1 (Jakarta
Gunung Mulia, 2004), hal 249 dan 252
[3]
David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian
Lama (Jln. Kwitang 22-23, Jakarta 10420, Indonesia), hal 44)
[4]
Paul Baker, Kitab Ulangan (Literatur
Perkantas), hal. 17,18 dan 61
[5]
Dr. I.j. Cairns, Tafsiran Kitab Ulangan (Jl.Kwitang
22-23,Jakarta), hal 131
[6]
W.S. Lasor. D.A. Hubabard. F.W. Bush, Pengantar
Perjanjian Lama, (BPK Gunung Mulia,
Jakarta:2011 ), hal. 252-253
[7]
Dr. I.J. Cairns, Tafsiran Alkitab Kitab
Ulangan (Jakarta, Gunung Mulia.2003) hal 131-139
AUTHOR : EVI PALAMBA
Tag :
Perjanjian Lama
0 Comments for "KITAB ULANGAN"