A.
Latar Belakang
Kitab kejadian disebut sebagai buku
tentang asal mula, karena asal mula alam semesta, asal mula penciptaan umat
manusia, asal mula kejatuhan, dan asal mula pekerjaan penyelamatan oleh Allah
dimulai di kitab Kejadian. Akan tetapi, kitab Kejadian bukan hanya merupakan
permulaan hal-hal tersebut, melainkan juga merupakan pendahuluan dari seluruh
Alkitab dan buku yang memperlihatkan cetak biru sejarah penebusan.[1]Kitab
kejadian juga merupakan sebuah eptik,
sebuah drama yang besar dan megah. Kitab tersebut di mulai pada awal kejadian
alam semesta. Allah menciptakan dunia ini, dunia yang baik. Ia menciptakan
manusia, titik puncak dari semua ciptaannya. Kitab Kejadian, yang menyatakan
bahwa alam semesta serta segala isinya diciptakan Tuhan Allah. Dan menurut
Perjanjian Lama, Allah telah menciptakan segala sesuatu yang ada dari yang
tidak ada, dan secara khusus menciptakan manusia untuk menjadi wakilNya di
dunia.
Prolog atau prakata menceritakan
kepada kita sejarah umat manusia secara umum selama beberapa ribu tahun. Kita
melihat ciptaan Allah yang baik ini berangsur-angsur makin membusuk akibat dosa
manusia yang mencoba seperti Allah. Lalu banjir besar menyapu bersih segala
sesuatu. Kemudian dijadikan lagi segalanya baru dari permulaan- yang berakhir
dengan perbuatan bodoh manusia di babel, dan mengakibatkan perpecahan serta
tercerai berainya bangsa-bangsa. Dalam pasal 12 penekanannya bergeser. Dari
sejarah manusia secara umum fokus kita dialihkan keriwayat satu individu, yaitu
Abraham, dan keturunannya. Allah tidak akan menghancurkan ciptaanNya. Malah Ia
mulai bekerja, melalui satu orang pilihannya, dan satu bangsa pilihanNya, untuk
memperbarui dunia. Kitab Kejadian kemudian menceritakan Isak dan Yakub sampai pada kematian Yusuf di Mesir. Dan
kisah mengenai maksud Allah yang besar bagi umat manusia masih baru. Hal itu
berlanjut terus melalui halaman-halaman kitab suci sampai pada kata-kata
terakhir dari kitab Wahyu.[2]
Pada
zaman dahulu orang memandang alam dan kekuatan-kekuatannya sebagai
makhluk-makhluk ilahi. Manusia dan alam tidak dimengerti dengan cara yang
berbeda. Gejala alam dipandang menurut pengalaman manusia. Manusia hidup di
dunia yang bersifat sangat pribadi dimana semua benda dianggap berjiwa. Karena
itu, ilah-ilah memiliki banyak pribadi dan biasanya pribadinya teratur dan
seimbang. Pandangan seperti inilah yang di tolak oleh penulis Kejadian 1 dengan
menegaskan “pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi”. Dalam
pandangannya, alam diciptakan atas perintah Allah. Ia ada sebelum alam ini ada
dan tidak bergantung padanya. Matahari, bulan, bintang-bintang dan
planet-planet yang dianggap orang Babel sebagai dewa-dewa yang mengatur
peristiwa-peristiwa dalam hidup manusia, sama sekali tidak di sebut.
Benda-benda angkasa itu hanyalah penerang yang menyinari bumi. Laut dan darat
tidak lagi merupakan ibu dunia yang melahirkan hal-hal yang lai, melainkan
ditempatkan dalam keadaan sebenarnya. Penulis tidak menganggap alam sebagai
ilah, karena pendewaan terhadap alam menuju politeisme.
Dan dalam bahasa Ibrani, Kitab
kejadian juga disebut beresyit ‘pada mulanya’ yaitu kata pembuka kitab
tersebut. Nama ini sesuai, karena Kitab Kejadian menceritakan awal dari segala
sesuatu yang berhubungan dengan iman umat Allah dalam Alkitab. Berdasarkan
isinya, kitab ini terbagi dalam dua bagian yang dapat dipisah dengan jelas:
Kejadian 1-11, sejarah zaman permulaan dan Kejadian 12-50, sejarah Bapak
leluhur. Kejadian 12-50 mengemukakan Asal mula sejarah keselamatan dalam pemilihan
Allah atas para leluhur dan janji-Nya tentang tanah dan keturunan. Kedua
riwayat itu merupakan pengantar dalam sejarah umat pilihan Allah yang terbentuk
melalui pembebasan Allah di Laut Merah dan pemberian perjanjian kepada Musa di
Sinai.[3]
B. ANALISA
STRUKTUR
Pasal
12 dalam kitab Kejadian bisa di bagi dalam beberapa bagian, yaitu:
·
Ayat 1-3, Panggilan
Allah terhadap Abram untuk pergi ke tanah Kanaan.
·
Ayat 4-5, menyatakan
ketaatan Abraham terhadap panggilan itu, dan menyatakan mengenai kedatangannya di tanah
Kanaan dan karena keberangkatan dan perjalanan Abraham yang merupakan jawaban
panggilan Allah terhadap Abraham. Karena sejak awal kisah ini menekankan
kebenaran bahwa ketaatan kepada Allah. Dan Abram menaati Firman Tuhan.
Ketaatannya meliputi tindakannya meninggalkan rumah dan negerinya serta percaya
pemeliharaannya, bimbingan, dan janji-janji Allah.
·
Ayat 6-9, kedatangannya
di tanah Kanaan.
·
Ayat 10-13,
perjalanannya ke Mesir, disertai dengan cerita tentang apa yang terjadi dengan
dia disana. Kepergian Abram dan kesalahan yang diperbuatnya.
·
Ayat 14-20, bahaya yang
menimpa Sarai dan pembebasannya. [4]
Namun, yang menjadi
fokus penjelasan saya ialah hanya pada pasal 12:1-9 bukan keseluruhan pasal 12
C. ANALISA
TAFSIR
Ø AYAT 1-3.
Allah yang mahamulia menampakkan diri
kepadanya untuk memberinya panggilan ini, Dia menampakkan diri dalam rupa
kemuliaanNya yang begitu rupa sehingga tidak meninggalkan ruang bagi Abram
untuk meragukan adanya wewenang ilahi dalam panggilan ini. Dalam panggilan ini
diberikan kepadanya di Mesopotamia sebelum ia menetap di Haran. Oleh sebab itu,
benarlah jika kita membacanya. Tuhan sudah berfirman kepada Abram, yaitu di
Ur-Kasdim. Dan dalam ketaatan dalam panggilan ini, Allah telah memindahkan Dia
ke tanah Kanaan. Menurut sebagian orang Haran terletak di Kasdim, dan dengan
demikian masih merupakan bagian dari negeri asal Abram, atau bahwa Abram,
setelah tinggal disana selama lima tahun, mulai menyebutnya sebagai negerinya.[5] Dan
beberapa penafsir mencela Abraham karena tanggapannya yang lambat, karena
kurang peka terhadap pesan Allah. Akan tetapi, celaan ini agaknya keras
sekaligus tidak akurat. Kelambatan itu mungkin sekali adalah akibat dari
berbagai pertimbangan pribadi atau keluar, seperti usia Terah yang sudah tua.
Abraham sedang menunggu saat yang tepat untuk memutuskan hubungan dengan
keluarganya, dan ketika saat itu tiba, Allah mengulang panggilan itu. Perlu
ditekankan juga bahwa Allah memanggil, atau memilih, Abraham bukan karena
sesuatu kebaikan di pihak Abraham. Sebaliknya, latar belakang Abraham adalah
politeistis, dan apapun yang dia peroleh dari tangan Allah merupakan ungkapan
kasih karunia yang murni. Apa yang dikatakan tentang Abraham dapat dikatakan
juga tentang setiap orang yang datang kepada Tuhan karena iman. Yang patut kita
terima hukuman dengan murah hati ditahanNya, dan hal yang tidak patut kita
terima, berkat pengampunan dengan Cuma-Cuma diberikan-Nya.
Bagi seorang yang imannya lebih kecil,
persyaratan Allah kepada Abraham (ayat 1) akan mengejutkan pergilah dari
negerimu dan dari sanak saudaramu, dan dari rumah bapamu. Dengan kata lain,
Abraham harus meninggalkan sama sekali semua yang berarti baginya, seorang
penduduk Mesopotamia. Imannya tidak buta karena ia mengetahui kuasa Allah dan memiliki
janjiNya akan menunjukkan kepadanya suatu negeri yang baru. Tentu saja, Allah
jarang menuntut korban perseorangan dari seseorang tanpa memberi imbangan
berkat-berkat yang bahwakan lebih besar. Perginya Abraham dari Mesopotamia dan
rumah ayahnya mungkin berarti ia kehilangan warisannya, tetapi betapa jauh
lebih besarnya hal-hal yang dijanjikan Allah. Memang, ia akan meninggalkan
suatu negeri dengan kota-kota besar yang kaya akan barang materi, tetapi Tuhan
menjanjikan suatu warisan baru yang akan meliputi suatu negeri yang lain.
Meskipun kepemilikan Israel atas negeri itu berulang kali terancam, Israel
tidak pernah kehilangan negeri itu seluruhnya. Janji Allah itu pasti dan tanpa
syarat. Mempertahankan negeri itu tidak bergantung pada kekuatan Abraham atau
keturunannya. Dalam masa-masa keputusasaan dan kemurtadan, Mikha sanggup
berkata bahwa Tuhan akan “menunjukkan setia, kepada Yakub, dan kasih, kepada
Abraham”. Sebagaimana Ia telah “bersumpah kepada nenek moyang kami sejak zaman
purbaka!”.
Disamping negeri untuk Abraham
sendiri, berkat yang Allah janjikan termasuk juga keturunan bagi Abraham di
masa mendatang (ay.2). hal ini mungkin tidak masuk akal sebab Sara mandul dan
Abraham sudah berumur tujuh puluh lima tahun, meskipun Abraham diperintahkan
untuk meninggalkan rumah dan keluarganya di Mesopotamia, kepadanya dijanjikan
bahwa ia akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa, “keturunan Abraham”,
disamakan dengan debu tanah dan bintang-bintang di langit karena jumlahnya,
melebihi keturunan yang alamiah.
Allah juga berjanji kepada Abraham
bahwa Ia akan “memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan
menjadi berkat” (ay. 2). Kata yang penting dalam perjanjian ini adalah berkat,
yang terdapat dalam bagian ini tidak kurang dari lima kali. Sebagian dari
berkat itu adalah membuat nama Abraham masyhur. Para pembangun Menara Babel
mengira mereka dapat mencari “nama” bagi diri mereka sendiri menentang Allah.
Namun tidak satu pun dari nama-nama mereka yang masih ada sekarang, sedangkan
Abraham diingat sebagai seorang yang memiliki iman yang besar, bapa orang
percaya, dan “sahabat Allah”. Berkat Allah tidak terbatas untuk bangsa israel
keturunan Abraham; segala bangsa di bumi akan diberkati.[6]
Ø AYAT 4-5
Kepindahan Abrham dari negerinya,
pertama-pertama dari Ur kemudian dari Haran, dalam memenuhi panggilan Allah,
lalu pergilah Abram. Ia tidak membangkang terhadap penglihatan sorgawi itu,
tetapi berbuat seperti yang diperintahkan kepadanya tanpa meminta pertimbangan
kepada manusia. Ia menunjukkan ketaatannya dengan cepat dan tanpa di tunda,
tunduk dan tanpa membantah. Sebab ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat
yang ia tujui, kecuali hanya mengetahui siapa yang diikutinya dan dibawah
bimbingan siap ia pergi. Demikianlah Allah menggerakkan dia yang mendapat
kemenangan di setiap langkahnya.
Umurnya ketika ia pindah: ia berumur
tujuh puluh lima tahun, usia saat seharusnya ia sudah beristirahat dan diam
tenang dirumah. Tetapi, kalau Allah ingin membuatnya memulai dunia lagi
sekarang dalam usianya yang sudah lanjut, maka ia akan menurut. Ia membawa
istrinya, dan kemenakannya Lot bersama-sama dengan dia. Sarai, istrinya tentu
saja akan pergi bersama-sama dengan dia. Allah telah menyatukan mereka
bersama-sama. Dan tidak ada yang boleh memisahkan mereka. Jika Abram
meninggalkan semuanya untuk mengikuti Allah. Maka Sarai pun akan meninggalkan
semuanya, untuk mengikuti Abram. Dan mereka membawa serta segala hasil jerih
payah mereka, yaitu segala harta benda, dan barang-barang yang dapat
dipindahkan, yang didapat mereka.
Inilah kedatangan mereka yang
membahagiakan pada akhir perjalanan mereka, mereka berangkat ke tanah Kanaan.
Demikian juga yang sudah mereka lakukan sebelumnya. Dan kemudian segera
berangkat, tetapi mereka berhenti sejenak, lalu dengan tangan yang baik dari
Allah mereka yang menuntun mereka, tibalah mereka di tanah Kanaan. Di mana
melalui pewahyuan yang baru mereka diberi tahu bahwa inilah tanah yang telah di
janjikan akan ditunjukkan Allah kepada mereka mereka tidak menjadi patah
semangat karena kesulitan-kesulitan yang mereka jumpai di tengah jalan, juga
tidak dibelokkan oleh kesenangan-kesenangan yang mereka temui, tetapi terus
maju. Apa yang kita lakukan dalam ketaatan pada perintah Allah, dan dalam
mengikuti pemeliharaanNya secara rendah hati , pasti akan berhasil, dan pada
kesudahannya, akan berakhir dengan penghiburan.
Ø AYAT 6-9
Orang akan menyangka bahwa setelah
Abram diberi panggilan yang luar bisa seperti itu untuk pergi ketanah Kanaan,
suatu peristiwa besar seharusnya terjadi setelah kedatangannya disana, bahwa
seharusnya ia disambut dengan segala kemungkinan tanda penghormatan dan
penghargaan. Dan bahwa raja-raja Kanaan seharusnya langsung menyerahkan
mahkota-mahkota mereka kepadanya dan memberinya penghormatan. Tetapi tidak, ia
datang tanpa diketahui, ingin agar ia hidup dengan iman, dan memandang Kanaan,
sekalipun ia berada di dalamnya sebagai tanah perjanjian.
Betapa besar penghiburan yang
dimilikinya di dalam Allah yang di ikutinya. Walaupun ia hanya mendapat sedikit
kepuasaan dalam bergaul dengan orang-orang Kanaan yang ditemuinya disana, ia
mendapat kesenangan berlimpah dalam bersekutu dengan Allah yang membawanya ke
sana, dan ia tidak meninggalkannya. Persektujuan dengan Allah di jaga melalui
Firman dan doa itu, sesuai dengan cara-cara pemeliharaan ilahi saat itu,
persekutuan Abram dengan Allah di jaga di negeri peziarahannya. Dan Allah
menampakkan diri kepada Abram, dalam suatu penglihatan, dan menyampaikan
kepadanya perkataan-perkataan yang baik dan menghibur. Dan Abram menyembah
Allah dalam upacara-upacara yang ditetapkan-Nya. Ia mendirikan mezbah bagi
Tuhan yang telah menampakkan diri kepadanya dan memanggil nama Tuhan.
Segera setelah Abram sampai di Kanaan,
meskipun hanya tinggal sebagai orang asing disana, ia mendirikan dan menjaga
ibadah kepada Allah di dalam keluarganya. Dan dimana ada kemahnya, di situ ada
mezbah Allah, dan mezbah itu adalah mezbah yang dikuduskan dengan doa. Sebab ia
tidak hanya memikirkan sisi upacara dari agama, yaitu korban persembahan,
tetapi juga dengan kesadaran hati nurani menjalankan kewajiban alami untuk
mencari Allahny, dan memanggil namaNya, yaitu korban rohani yang dikenan oleh
Allah.
Ø AYAT 10-13
Kelaparan di negeri Kanaan, kelaparan
yang hebat. Negeri yang subur itu berubah menjadi tandus, bukan hanya untuk
menghukum pelanggaran orang-orang Kanaan yang berdiam di dalamnya, melainkan
juga untuk menguji iman Abram yang tinggal disana sebagai orang asing. Dan
sungguh itu ujian yang berat. Ujian itu menguji apa yang akan dipikirkannya.
Kepindahan Abram ke Mesir, oleh karena
kelaparan ini. Betapa bijaknya Allah mengatur agar ada kelimpahan di satu
tempat ketika ada kelangkaan di tempat lain, supaya, sebagai anggota-anggota
dari tubuh yang besar, kita tidak berkata satu sama lain, “aku tidak
membutuhkan engkau”. Pemeliharaan Allah memastikan agar ada persediaan di
Mesir, dan kebikjasaan Abram memanfaatkan kesempatan itu. Sebab, kita menguji
Allah, dan tidak percaya kepada-Nya jika, pada waktu susah, kita tidak
menggunakan sarana yang telah di sediakan-Nya dengan penuh rahmat untuk
mempertahankan kehidupan kita. Kita tidak boleh mengharapkan mujizat-mujizat
yang tidak diperlukan.
Tetapi apa yang terutama dapat diamati
disini, bagi pujian Abram, adalah bahwa pada kesempatan itu ia tidak terpancing
untuk kembali ke negeri yang sudah ditinggalkannya, atau bahkan melangkah
menuju ke negeri itu sekalipun. Tanah kelahirannya terletak di bagian Timur
laut dari Kanaan. Dan oleh sebab itu, ketika ia, untuk sementara waktu, harus
meninggalkan Kanaan, ia memilih pergi ke Mesir, yang terletak dibagian barat
daya, di arah yang berlawanan, agar ia bahkan tak tampak menoleh ke belakang.
Meskipun mungkin Allah sang pemelihara, untuk sementara waktu, melemparkan kita
ke tempat-tempat yang brurk, tidak seharusnya kita berdiam disana lebih lama
dari seperlunya. Kesalahan besar yang diperbuat Abram: yaitu dalam menyangkali
istrinya, dan berpura-pura bahwa ia adalah adiknya. Kitab suci tidak berat
sebelah dalam menceritakan kelakuan-kelakuan buruk dari orang-orang kudus yang
terkenal sekalipun. Semua kelakuan itu di catat, bukan untuk kita tiru,
melainkan sebagai peringatan kepada kita, agar siapa yang menyangka, bahwa ia
teguh berdiri, hati-hati supaya ia jangan jatuh.
Ø AYAT 14-20
Bahaya yang mengancam Sarai karena
membiarkan kemurniaannya direnggut oleh Raja Mesir. Tidak diragukan lagi bahwa
bahaya dosa adalah bahaya terbesar yang dapat mengancam kita. Punggawa-punggawa
Firaun melihat Sarai, dan dengan mengamati betapa ia adalah wanita yang elok,
mereka memuji-mujinya di hadapan Firaun, bukan atas apa yang benar-benar
merupakan pujian baginya, kebajikan dan kebersahajaannya, iman dan
kesalehannya, melainkan atas kecantikannya, yang mereka anggap terlalu indah
untuk jatuh ke dalam pelukan seorang hamba. Mereka menyarankannya kepada raja, dan
sekarang ia dibawah masuk kedalam rumah Firaun, seperti Ester dibawa masuk
kedalam istana Ahassyweros, untuk diajak ketempat tidurnya. Kita tidak boleh melihat Sarai sebagai orang
yang mendapat kesempatan emas untuk naik kedudukan, melainkan sebagai orang
yang masuk ke dalam pencobaan.
Dan menyebabkan hal itu adalah
kecantikannya sendiri dan kebohongan Abram, suatu dosa yang biasanya menjadi
jalan masuk bagi dosa yang lebih besar. Selama Sarai sedang berada dalam bahaya
ini, Abram mendapat perlakuan yang lebih baik oleh karena dia. Firaun memberi
dia kambing domba, lembu sapi, dan sebagainya. Untuk mendapat hatinya supaya
Firaun bisa berhasil dengan lebih mudah untuk mendapatkan Sarai, yang dikiranya
sebagai adik Abram. Kita tidak bisa berpikir bahwa Abram sudah menduga hal ini
akan terjadi ketika ia turun ke Mesir, apalagi sampai mengharapkan untuk
menyangkal istrinya. Tetapi Allah mendatangkan kebaikan dari keburukan dan
dengan demikian kekayaan orang-orang berdosa ternyata, dalam satu atau lain
cara, ditumpuk bagi orang benar.
Dan dibebaskannya Sarai dari bahaya
ini. Dengan kehendak-Nya sendiri Allah berulang kali membebaskan kita dari
segala kesesakan dan kesusahan yang kita datangkan karena dosa dan kebodohan
kita sendiri. Kalau dia tidak melakukan ini, kita sudah binasa segera, bahkan
sudah lama binasa. Kita tidak bisa mengharapkan Allah untuk berjanji melakukan
penyelamatan seperti ini kepada kita. Ia tidak memperlakukan kita seperti yang
sepantasnya sudah harus kita dapatkan. Firaun menegur Abram, dan kemudian
menyuruhnya pergi dengan hormat. Perintah Firaun agar Abram pergi sungguh baik
dan sangat murah hati. Ia mengembalikan istrinya kepada dia tanpa melakukan
sesuatu yang menghina kehormatannya. Orang-orang yang ingin mencegah ingin
mencegah dosa harus menyinggirkan godaannya, atau menjauhkan diri darinya.
Firaun juga menyuruh Abram pergi dengan damai, dan sama sekali tidak mempunyai
rancangan untuk membunuhnya, seperti yang di khawatirkan Abram, tetapi
sebaliknya justru mempedulikannya secara khusus. Kita sering membingungkan dan
menjerat diri kita sendiri dengan ketakutan-ketakutan yang akan segera terlihat
tidak berdasar sama sekali.
Pembebasan Abram dari Mesir ini dan
pembebasan keturunannya dari sana: 430 tahun sesudah Abram pergi ke Mesir
karena kelaparan, mereka pergi kesana karena kelaparan juga. Ia dibawa keluar
dengan tulah-tulah yang menimpa Firaun, demikian pula dengan mereka. Sama
seperti Abram di suruh pergi oleh Firaun, dan diperkaya dengan jarahan dari
orang-orang Mesir, demikian pula dengan mereka. Sebab pemeliharaan Allah
terhadap umat-Nya adalah sama, baik kemarin maupun hari ini dan samoai
selama-lamanya.[7]
KESIMPULAN
Dari keseluruhan pembahasan di atas
dapat di simpulkan bahwa, Kejadian 12 mengemukakan dimana Tuhan mengirim Abram
ke Kanaan dengan suatu janji Kristus bahwa ia akan memperoleh keturunan.
Berangkatnya Abraham adalah bukti kepercayaannya itu tampil waktu janji
diperbaharui, dan kepercayaan itu diuji Allah ketika menuntut kembali Ishak
yang merupakan hasil janji Allah terdahulu. Panggilan Allah ini mungkin saja
membuat Abram bingung, karena sebelumnya sang ayahlah yang selalu memberikan
keputusan. Kini Abram harus memutuskan sendiri, apakah dia akan pergi sepeti
yang diperhatikan Allah kepadanya atau tidak. Namun, Abram memilih taat kepada
perintah Tuhan. Ia berangkat meninggalkan keluarga besarnya dan membiarkan
Tuhan memimpin perjalanannya.
DAFTAR PUSTAKA
Pdt. Abraham Park, D. Min,. D.D, 2011. Silsilah
di Kitab Kejadian, Jakarta Selatan: Gresindo.
Hidup, Kalam, 40112. Handbook
To The Bible. Bandung: Jawa Barat.
W.S.Lasor, D.A.Hubbrard, F.W.Bush, 2004. Pengantar
Perjanjian Lama I. Jakarta: Gunung Mulia.
Literature,Momentum Christian, 2014. Tafsiran Matthew Hendry Kitab Kejadian Surabaya:
Momentum.
Davis, John J, 2014. Eksposisi Kitab Kejadian Gandum Mas:
[1] Pdt. Abraham Park, D. Min,. D.D. Silsilah
di Kitab Kejadian, (Jakarta Selatan: Gresindo. 2011). Hlm 8
[2] Kalam hidup, Handbook To The
Bible (Jln. Naripan 67 Bandung 40112 kotak pos 4061 Jawa Barat), hlm 144
[3] W.S.Lasor, D.A.Hubbrard, F.W.Bush, Pengantar
Perjanjian Lama 1 (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), hlm 111 dan 121
[4] Momentum Christian Literature, Tafsiran
Matthew Hendry Kitab Kejadian (Surabaya: Momentum 2014), hlm 285
[5] Momentum Christian Literature, Tafsiran
Matthew Hendry Kitab Kejadian (Surabaya: Momentum 2014), hlm 286
[6] John J. Davis, Eksposisi Kitab
Kejadian (Gandum Mas: 2014), hlm. 177-180
[7] Momentum Christian Literature, Tafsiran
Matthew Hendry Kitab Kejadian (Surabaya: Momentum
2014), hlm 292-306
AUTHOR : MARIA
Tag :
Perjanjian Lama
0 Comments for "ABRAM DIPANGGIL ALLAH (KEJADIAN 12:1-9)"