PENDAHULUAN
Promblem Statment
Perkawinan yang terjadi pada
masyarakat pedesaan, masih banyak yang di bawah umur, khusunya di Desa Batang
Palli adalah penggarap tanah, apabila anak sudah dapat mengerjakan tanah dengan
baik dianggap telah mampu menghidupi keluarga maka anak tersebut dikawinkan.
Namun, disamping itu pernikahan di bawah umur mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap keluarga, seperti pengaruh perilaku pasangan suami istri, ekonomi,
keluarga, sosial dan sebagainya. Dan pada saat ini anak sudah banyak yang
melakukan pernikahan di usia dini. Semestinya para anak-anak itu harus berfikir
dua kali sebelum mengambil keputusan untuk menikah di usia dini. Dan sekarang
ini pernikahan dini masih banyak terjadi diberbagai daerah khususnya di Desa Batang
Palli di Kecamatan Sa’dan Tiroallo. Sehingga pada tahun 2017 pernikahan dini
terjadi di Desa Batang Palli, yang pernikahannya dengan perjodohan meskipun
pada kenyataannya pasangan tersebut belum siap untuk menikah, dan menjalani
bahtera rumah tangga pada umur yang dibilang muda, pernikahan tetap di
langsungkan, dan akhirnya pernikahan ini bertahan hanya beberapa bulan saja
berdampak yang tidak baik bagi mereka yang telah melangsungkan pernikahan dini.
A.
Latar
belakang Masalah
Perkawinan merupakan fitrah manusia,
dan setiap orang normal pasti akan menjalaninya, karena pada dasarnya manusia
diciptakan oleh Allah berpasangan-pasangan. Berdasarkan pertimbangan fisik,
psikologis, sosial ekonomi dan faktor perbedaan perkembangan laki-laki dan
perempuan, maka umur yang sebaiknya untuk melangsungkan pernikahan bagi
perempuan adalah 23-24 tahun, sedangkan bagi laki-laki 26-27 tahun. Pada
umur-umur tersebut baik laki-laki maupun perempuan umumnya telah mencapai
kematangan kejasmanian dan psikologi. Bagi laki-laki keadaan normal untuk
umumnya pada usia 26-27 tahun karena dianggap telah mempunyai sumber
penghasilan untuk menghidupi keluarga. Kelanggengan, keharmonisan, kebahagian
dan kesejahteraan rumah tangga merupakan impian yang didambahkan suami-istri
dalam keluarga.
Perempuan yang menikah di bawah umur
20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher
rahim belum matang. Demikianlah, pernikahan dini dikaitkan dengan waktu, yaitu
yang sangat awal. Bagi orang-orang yang hidup abad 20 atau sebelumnya,
pernikahan seorang wanita pada usia 13-16 tahun atau pria berusia 17-19 tahun
adalah hal yang biasa. Tapi masyarakat kini, hal itu merupakan keanehan. Wanita
yang menikah sebelum usia 20 tahun atau pria sebelum 25 tahun dianggap tidak wajar.
Dan menurut pasal 7 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 seorang dapat menikah adalah
harus menjadi syarat, adalah pihak pria sudah berumur 19 tahun dan pihak wanita
sudah mencapai umur 16 tahun.[1]
Oleh karena itu apabila ada orang yang belum berumur 19 tahun (laki-laki) dan
16 (perempuan maka harus meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain
yang ditunjukkan oleh kedua orang tua pihak laki-laki dan perempuan. Secara
eksplisit ketentuan tersebut dijelaskan bahwa, setiap perkawinan yang dilakukan
oleh calon pengantin prianya yang belum berusia 19 tahun atau wanitanya belum
berusia 16 tahun disebut “pernikahan dibawah umur” bagi perkawinan dibawah umur
ini yang belum memenuhi batas usia perkawinan, hakikatnya di sebut masih
berusia muda (anak-anak) yang di tegaskan dalam pasal 81 ayat2 UU No. 23 Tahun
2002, “bahwa perkawinan anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun di
kategorikan masih anak-anak.[2]
Perkawinan yang terjadi pada masyarakat
pedesaan, masih banyak yang di bawah umur, khusunya di Desa Batang Palli adalah
penggarap tanah, apabila anak sudah dapat mengerjakan tanah dengan baik dianggap
telah mampu menghidupi keluarga maka anak tersebut dikawinkan. Di samping itu
pendidikan masyarakat pedesaan sebagian rendah, hal ini mengakibatkan kurangnya
pengetahuan mengenai pengaruh dari perkawinan dibawah umur, pengaruh tersebut
antara lain sering terjadi perceraian secara psikologis belum dewasa dalam arti
psikologisnya belum matang sehingga belum stabil, dalam kehidupan keluarga
kebutuhan ekonominya kurang , karena mereka tidak mempunyai pengetahuan yang
cukup, sehingga apabila muncul permasalahan ekonomi dalam keluarga, seperti
permasalahan ekonomi, hubungan antara suami istri, mereka tidak mampu
mengatasinya, yang dapat menimbulkan masalah yang sulit untuk diselesaikan dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pernikahan di bawah umur mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap keluarga, seperti pengaruh perilaku pasangan suami
istri, ekonomi,keluarga,sosial dan sebagainya.
Pada saat ini anak sudah banyak yang
melakukan pernikahan di usia dini. Semestinya para anak-anak itu harus berfikir
dua kali sebelum mengambil keputusan untuk menikah di usia dini. Pada umumnya
anak yang menikah di usia dini, pasti tidak dapat menikmati bangku pendidikan
dan masa-masa remajanya yang seharusnya dinikmati oleh mereka. Kebanyakan anak
yang melakukan pernikahan dini adalah anak-anak yang masih duduk di bangkuh
sekolah. Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan pada usia yang
terlalu muda. Sekarang ini pernikahan dini masih banyak terjadi diberbagai
daerah khususnya di Desa Batang Palli di Kecamatan Sa’dan Tiroallo.
Pada tahun 2017 pernikahan dini
terjadi di Desa Batang Palli, yang pernikahannya dengan perjodohan meskipun
pada kenyataannya pasangan tersebut belum siap untuk menikah, dan menjalani
bahtera rumah tangga pada umur yang dibilang muda, pernikahan tetap di
langsungkan, dan akhirnya pernikahan ini bertahan hanya beberapa bulan saja
berdampak yang tidak baik bagi mereka yang telah melangsungkan pernikahan dini.
Penyebab pernikahan dini dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor. Diantaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan
mereka yang mempengaruhi pola fikir mereka dan memahami dan mengerti hakikat
dan tujuan pernikahan faktor ekonomi atau lingkungan tempat mereka tinggal juga
bisa penyebab pernikahan dini, dan juga bisa perjodohan juga dering terjadi
akibat putuh sekolah dan akibat permasalahan ekonomi, selain itu pernikahan
juga bisa terjadi karena keinginan mereka sendiri yang kedua pasangan saling
mencintai tetapi untuk menikah umumnya belum bisa untuk menikah. Dampak
pernikahan dini akan menimbulkan dampak persoalan dalam rumah tangga, seperti
pertengkaran, percecokan dan bentrokan antara suami dan istri, emosi yang belum
stabil memungkinkan banyaknya pertengkaran dan akhirnya akan berkelanjutan
dengan perceraian.
Kenyataan yang terjadi di Desa Batang
Palli kecamatan Sa’dan Tiroallo adalah sebagian besar melangsungkan perkawinan
adalah di bawah umur. Hal tersebut berpengaruh terhadap kehidupan berperilaku,
dan kehidupan keluarga. Pengaruh yang banyak terjadi adalah perceraian dan
tingkat kesejahteraan atau ekonomi keluarga yang kurang. Hal tersebut
menimbulkan permasalahan keluarga dalam kehidupan rumah tangga. Di Desa Batang
Palli Kecamatan Sa’dan Tiroallo ada kurang lebih 20 pasangan suami istri yang
nikah di bawah umur.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut di atas maka maka permasalannya adalah “Bagaimana Pengaruh Perkawinan
Dini Terhadap Perilaku Pasangan Suami Istri Di Desa Batang Palli Kecamatan
Sa’dan Tiroallo”
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun
Tujuan yang diharapkan dari pelaksaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk
memberikan gambaran tentang perkawinan dini.
b. Untuk
mengetahui hak dan kewajiban suami istri dalam perkawinan.
c. Untuk
mengindentifikasin masalah-masalah tentang pengaruh perkawinan dini terhadap
perilaku pasangan suami istri.
D.
Manfaat
Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di
atas maka hasil penelitian di harapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Bagi
Peneliti
Dapat menambah wawasan pengetahuan
tentang “Pengaruh Perkawinan Dini terhadap perilaku pasangan Suami Istri di
Desa Batang Palli Kecamatan Sa’dan Tiroallo”.
b. Bagi
Masyarakat
Dapat memberikan informasi bagi
masyarakat mengenai usia yang ideal atau usia muda. Untuk melangsungkan
perkawinan sehingga dapat mencegah maraknya nikah muda.
E.Metodologi Penelitian
a. Jenis
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis
penelitian pendekatan kuaitatif dengan metode pengumpulan data melalui
observasi dan wawancara.
b. Setting
Penelitian
Adapun tempat pelaksanaan, tepatnya di
Desa Batang Palli, Kecamatan Sa’dan Tiroallo.
c. Informan
Suatu penelitian tentunya mempunyai
suatu objek yang akan di teliti tetapi objek penelitian itu sangat luas maka
perlu untuk membatasi objek khususnya yang dapat di jadikan sebagai informan.
Sebelum melaksanakan penelitian, maka peneliti dapat memberikan data atau
informasi sehubungan dengan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian
lapangan ini informan adalah tokoh-tokoh adat, kepala lembang dan pelaku pernikahan dini.
d. Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan yang amat
penting dalam metode ilmiah untuk mendapatkan data secara objektif dan akuran.
Berdasarkan hal ini maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Studi
pustaka/kepustakaan
Studi kepustakaan digunakan untuk
mencari landasan teoritis yang ada hubungannya dengan penelitian. Data yang
penulis ambil di kepustakaan Stakn Toraja berupa buku-buku referensi dan
skripsi yang menunjang dalam penulisan proposal.
2.
Penelitian Lapangan
a. Observasi
Observasi
adalah metode pengumpulan data secara sistematis melalui pengamatan dan
pencatatan fenomena yang diteliti.
b. Wawancara
Dari metode pengumpulan data yang
dipaparkan di atas, maka penulis akan lebih banyak menggunakan metode wawancara
dan observasi (pengamatan). Dalam hal ini wawancara dan observasi akan dilakukan
dengan beberapa tokoh adat dan pelaku seks di luar nikah. Wawancara adalah
teknik pengumpulan data atau informasi lewat Tanya-jawab atau percakapan
langsung antara responden dengan peneliti yang difokuskan pada masalah
penelitian.
e.
Teknik Analisis Data
Analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh
dari hasl wawancara dan penelitian lapangan. Data yang diperoleh dari lapangan
melalui observasi dan wawancara merupakan data yang memerlukan pengolahan dan
analisis data. Tujuan analisis data adalah untuk memperoleh fakta yang terjadi
di lapangan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan
Tentang Pengaruh Perkawinan Dini Terhadap Perilaku Pasangan Suami Istri
1.
Pengertian
Perkawinan Dini
Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974 perkawinan dini adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Batas usia yang di izinkan dalam suatu
perkawinan menurut UU Perkawinan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) yaitu, jika
pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur
16 tahun. Jika ada penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1) ini, dapat meminta
dispensasi kepada pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua
pihak pria dan wanita (pasal 7 ayat 2).
Perkawinan Dini adalah sebuah bentuk
ikatan atau perkawinan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18
tahun atau sedang mengikuti pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau
Sekolah Menengah Atas (SMA). Jadi sebuah pernikahan di sebut pernikahan dini,
jika kedua atau salah satu pasangan masuk berusia di bawah 18 tahun (masih
berusia remaja).[3]
Di dalam Undang-Undang Perkawinan
terdapat beberapa pasal di antaranya pada pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. Pada pasal 2 menyatakan bahwa perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu, dan tiap-tiap perkawinan di catat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Faktor-Faktor Penyebab
Terbentuknya Pernikahan Dini
a.
Faktor
Psikologis
Sudah menjadi pendapat umum, makin
bertambah umur seseorang, diharapkan segi kejiwaannya akan bertambah matang. Keduanya
akan selalu berjalan seiring. Dengan demikian tidak berarti penentuan umur
dalam undang-undang perkawinan, dari segi fisik sudah memenuhi syarat tetapi
belum tentu dari kejiwaannya.
Ditinjau
dari segi psikologi sebenarnya pada anak wanita umur 16 tahun, belum dapat
dikatakan bahwa anak tersebut telah dewasa secara kejiwaan. Demikian pula pada
anak pria umur 19 tahun dapat dikatakan bahwa mereka sudah dewasa secara
psikologi.[4]
Keterangan di atas mengandung suatu pemahaman bahwa umur 16 tahun maupun 19
tahun masih digolongkan sebagai usia remaja atau adolesen dan belum dapat
dikatakan dewasa. Keadaan kejiwaan pada masa remaja akan berbeda dengan usia
dewasa. Karena itu penentuan umur sebagaimana yang terkandung dalam undang-undang
perkawinan, jika ditinjau dari segi psikologi memang belum memenuhi syarat.
Masa
remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Dalam masa ini
remaja mengalami perkembangan sebagai persiapan memasuki masa dewasa.[5]
Remaja yang juga disebut “anak tanggung” karena pada masa itu remaja bukan lagi
anak-anak tetapi yang bukan orang dewasa. Tepatnya remaja berada diantara masa
anak-anak dan masa dewasa. Batasan umur dari masing-masing ahli berdeda-beda.
Ada yang membatasi masa remaja pada usia 17-22 tahun.[6]
Ada pula yang membatasi usia remaja berkisar pada usia 12-22 tahun. [7]
Pada
usia ini adapun remaja dan ciri-cirinya masa remaja biasa disebut masa
pancaroba yang ditandai dengan istilah puber. Dalam masa pancaroba remaja muda
kehilangan pegangan, emosional, sering muncul kegelisahan, jiwa
terombang-ambing sehingga untuk membedakan yang baik dan yang buruk sangatlah
sulit bagi seorang remaja. Oleh karena diliputi rasa gelisah maka tak jarang
pada remaja melakukan hal-hal yang melanggar norma yang ada dalam masyarakat.
Salah satu contoh akibat dari kegelisahan yang mereka alami dan tidak ada
tempat yang mereka rasa tepat untuk membagi kegelisahan yang mereka rasakan,
mereka buang lewat minuman keras atau obat-obat terlarang. Pada usia remaja
pula muncul naluri kewanitaan dan kejantanan di mana remaja saling tertarik
dengan lawan jenisnya. Mekanisme pertahanan diri (deferses) antara lain
sublimasi.[8]
Dari dorongan seksual yang tadinya sudah biasa terjadi dengan baik, kini mulai
berubah dan menurut perubahan yang nyata dengan lawan jenis. [9]
Keingintahuan
remaja akan sublimasi seks yang menjadi penyebab utama terjadinya pernikahan
dini karena pada masa itu para remaja mulai untuk mencoba-coba mengetahui
sublimasi seks yang mengakibatkan pergaulan yang bebas tersebut maka mau tidak
mau keluarga pun harus dibentuk.
Keluarga
atau orang tua mesti memberi perhatian yang besar terhadap anak remajanya.
Sebelum orang tua memberi perhatian dan pendampingan terhadap mereka para orang
tua mesti mengetahui ciri-ciri seorang remaja. Pengetahuan ini dimaksudkan agar
orang tua dapat memberi pendampingan yang tepat bagi remaja mereka. Salah satu
perubahan fisik pada remaja yang mesti diketahui oleh orang tua bahwa remaja
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
ü Ciri
primer ialah matangnya organ seksual yang ditandai dengan adanya menstruasi
pada anak perempuan dan produksi sperma pada anak laki-laki.
ü Ciri
primer meliputi perubahan pada jenis kelamin
ü Ciri
tersier yang meliputi ciri yang nampak pada perubahan tingkah laku. Perubahan
itu erat juga sangkut pautnya dengan fisik.[10]
Perubahan-perubahan
ini bagi remaja adalah sebuah fenomena yang sama sekali baru baginya. Karena
itu perlu ada sumber penjelasan akan apa yang tengah dihadapi. Sumber
penjelasan yang paling dekat ialah orang tua. Lalu menjadi persoalan jika orang
tua sendiri tidak tahu-menahu akan perubahan tersebut dan ketidaktahuan ini pun
berakibat berakibat pada orang tua yang tidak tahu langkah-langkah yang mesti
ditempuh untuk mendampingi remajanya dalam perubahan-perubahan yang demikian.
b. Faktor Sosial
Pada
hakekatnya manusia sejak terbentuk menjadi seseorang manusia baru sampai ia
menjadi tua, ia akan mengalami perkembangan. Dalam perkembangan-perkembangan
tersebut manusia membutuhkan orang lain untuk membantu perkembangan keseluruhan
dirinya, sekalipun ia juga tergantung pada fase perkembangan si anak.[11]
Hal ini berarti bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup
tanpa bantuan orang lain. Untuk mendapatkan bantuan dari orang lain tentu manusia
mesti mengadakan hubungan dengan orang lain yang ada disekitarnya, dengan kata
lain turut dan terlibat dalam pergaulannya. [12]
hidup bergaul dengan lingkungan sekitar sering membawa hal-hal positif namun
sering juga hidup bergaul dengan lingkungan menimbulkan kesulitan-kesulitan.
Kesulitan-kesulitan tersebut menimbulkan pergaulan kurang membantu kelancara
hidup bahwa menimbulkan kegoncangan jiwa yang menghambat dan merugikan
perkembangan individu tersebut.
Demikian
halnya dengan remaja yang tentunya hidup dalam pergaulan demi mengembangkan
perkembangan dalam diri mereka selaku remaja. Lingkungan pergaulan tempat
mereka hidup terkadang membawa dampak yang tidak hanya positif melainkan dampak
negatif. Norma-norma dalam masyarakat yang dipatuhi oleh setiap individu
termasuk remaja tentu berdampak positif bagi perkembangan mereka dan sebaliknya
berdampak negatif bagi perkembangan remaja, jika dalam bergaul para remaja
tidak mengindahkan norma-norma yang ada. Terbentuknya pernikahan dini tidak
lepas dari pengaruh lingkungan dimana mereka berada. Diantaranya pengaruh
lingkungan keluarga dan lingkungan pergaulan.
c.
Lingkungan
Keluarga
Anak
membutuhkan orang lain dalam perkembangannya. Dan orang lain yang paling utama
dan pertama bertanggung jawab adalah orang tua sendri. Orang tualah yang
bertanggung jawab memperkembangkan seluruh eksistensi anak. Keluarga adalah
wadah dimana orang tua melaksanakan tanggung jawabnya terhadap anak. Tanggung
jawab orang tua tidak hanya dari segi organis-psikologi melainkan juga dari segi
psikis. Tanggung jawab organis-psikis antara lain kebutuhan akan makanan.
Tangguna jawab psikis antara lain perkembangan intelektual melalui pendidikan,
kasih sayang, pengertian, rasa aman, melalui perawatan asuhan dan
perlakuan-perlakuan.[13]
Tanggung
jawab psikis orang tua lewat perkembangan intelektual melalui pendidikan tidak
tidak sepatutnya orang tua serahkan kepada lembaga-lembaga pendidikan yang ada
dalam masyarakat seperti sekolah. Mestinya orang tua berperan penting dalam
mendidik anak-anak remajahnya terutama mengenai pendidikan moral. Meski lewat
lembaga-lembaga pendidikan yang ada dalam masyarakat telah menyinggung atau
mengajarkan ha-hal tersebut dalam masyarakat, namun hal-hal tersebut belum
cukup, misalnya penerangan seks bagi remaja. Hal ini telah disinggung di
sekolah namun tidaklah cukup karena penerangan tentang seks tersebut mesti
disesuaikan dengan fase perkembangan yang sedang dialami oleh remaja.
Penerangan orang tua tentang seks kepada remaja bisa lewat penerangan yang
cukup (lisan) atau lewat buku-buku petunjuk seks, bahaya penyakit kelamin dan
sebagainya.[14]
Dorongan
seks pada usia remaja yang menonjol mendorong mereka untuk menyalurkannya tidak
hanya melalui tontonan-tontonan film melainkan lebih dari itu, yakni ingin
merasakan secara langsung dengan lawan jenisnya. Bilah orang tua tidak pernah
dalam mendampingi remajanya yang sedang mengalami banyak perubahan yang menuju
pada perkembangannya maka masalah-masalah orang tua dan remaja temukan
dikemudian hari. Pendampingan orangtua bagi remajanya yang sedang dalam
perkembangan yang ditandai dengan dorongan seks yang menonjol sangatlah
penting. Karena jika tidak pergaulan bebas dan seks bebas dan kehamilan yang
berujung pada terbentuknya pernikahan dini akan terjadi sehingga si remaja kehilangan
masa depan dan orang tua kehilangan harapannya atas anak-anaknya.
d.
Faktor
ekonomi
Penyebab
terjadinya pernikahan dini sehubungan dengan keluarga adalah masalah ekonomi
dalam keluarga tersebut. Seorang remaja khususnya remaja putri mesti memenuhi
keinginan orang tua yakni bersedia di jodohkan dengan seorang pemuda yang kaya.
Karena himpitan ekonomi seorang remaja putri mesti merelakan masa remaja dan
harapannya akan cita-cita di masa depan kandas. Kandas oleh karena tuntutan
orang tua yang mengharuskannya membentuk keluarga di usia yang masih dini.
Meski dalam diri si remaja ada rasa menolak namun karena tidak adanya kuasa
untuk itu maka dengan berberat hati si remaja mau tidak mau mesti menjalaninya.
Menerima tuntutan tersebut membuat si remaja kehilangan masa depan dan menolak
tuntutan itu berarti anak yang durhaka terhadap orang tua. Meski perihal di
atas banyak terjadi zaman dahulu di kalangan keluarga ekonomi lemah, hal yang
demikian pun dalam zaman sekarang masih ada dan terjadi dikalangan keluarga
yang kaya dan berpendidikan. Anak remaja dijodohkan dengan paksa oleh orang tua
dengan seorang anak remaja dari keluarga yang kaya. Hal ini dilakukan bukan
karena himpitan ekonomi melainkan karena orang tua menjaga bahkan menambah nama
baik dan status sosial dalam masyarakat. Kebanggaan yang terbesar bagi orang
tua bila mempunyai menantu yang kaya dan berkedudukan tinggi dalam masyarakat
tanpa menyamakan dahulu si remaja atau anak.
e.
Pengaruh
Lingkungan Pergaulan
Perlu
disadari bahwa lingkungan tempat perkembangan anak berlangsung bukan hanya
dalam keluarga, tetapi juga lingkungan di luar keluarga yakni masyarakat turut
memberi pengaruh. Tak dapat disangkal bahwa lingkungan masyarakat tidak hanya
menyuguhkan hal-hal positif melainkan hal-hal negatif juga. Sering kali hal-hal
yang negatif dalam masyarakat dianggap baik karena dapat memenuhi gejolak yang
ada dalam diri remaja.
Tidak
adanya pendampingan keluarga dalam kondisi seperti sekarang ini mengakibatkan
remaja merasa bahwa dalam masyarakat mereka menemukan jawaban karena bagi
mereka rumah (keluarga) adalah tempat yang tidak menyenangkan. Remaja merasa
dirinya tidak diinginkan oleh orang tua, sehingga remaja dirinya diperlakukan
tidak adil. Remaja yang merasa dirinya ditekan dan dikekang. Anak seolah-olah
memandang rumah dan keluarganya sebagai penjara. Padahal secara objektif remaja
justru dilindungi dan disayangi.[15]
Akibat dari hal-hal diatas maka remaja mencari jawaban dari permasalahan mereka
dalam masyarakat yang sarat dengan tawaran-tawaran negatif.
Norma-norma
dalam masyarakat yang mereka anggap sebagai penghalang tak mampu menghentikan
langkah remaja untuk hanyut dalam pergaulan bebas dalam masyarakat.
[1] UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Pernikahan
[2] UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
[3] Anshary, Hukum Perkawinan Di
Indonesia, (Yogyakarta: pustaka belajar, 2010), hlm 116
[4] Bimo Walgito, Bimbingan Konseling Perkawinan
(Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1984), hlm.26.
[5] Yulia Singgih D. Gunarsa
dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, cetakan sepuluh, 1989), hlm.6.
[6] Yulia Singgih D.
Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hlm.10.
[7] Yulia Singgih D.
Gunarsa, dan Singgih D. Gunarsa, Op. Cit,
hlm.202.
[8] Menurut Kamus Bahasa Indonesia Sublimasi adalah proses perubahan
kearah satu tingkat lebih tinggi (lih. Umi Basmoh, Kamus Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 967.
[9] Singgih D. Gunarsa, Dasar Dari Teori Perkembangan Anak (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 112.
[10] Sofyan S. Willis, Problema Remaja dan Pemecahannya (Bandung:
Angkasa, 1994), hlm. 22-23.
[11] Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan (Jakarta BPK:
Gunung Mulia,1988), hlm.5.
[12] Yulia Singgih dan
Singgih Gunarsa, Op, Cit, hlm.36
[13] Singgih D. Gunarsa, Op. Cit,hlm 6.
[14] Nani Soewando, Kedudukan Wanita Indonesia (Jakarta:
Chalia Indonesia, 1984), hlm. 282.
[15] Yulia Singgih D.
Gunarsa, Psikologi Anak Bermasalah
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), hlm.38.
Author : MARIANTI PALEMBANGAN
Tag :
Pengetahuan Kristen
0 Comments for "Pengaruh Perkawinan Dini Terhadap Perilaku Pasangan Pasangan Suami Istri Di Desa Batang Palli"